Pondok Pesantren Darurrohmah baru saja menerima kehormatan besar dengan kehadiran Guru Besar Universitas Al Azhar Mesir, PROF. DR. M. IBRAHIM AL ASYMAWI. Kunjungan ini dipandu oleh pengasuh Ponpes Darurrohmah, KH. Warso Winata Lc. M.A., yang bertindak sebagai penerjemah dan menjembatani pesan-pesan berharga sang guru besar kepada para santri dan hadirin.
Dalam kunjungan tersebut, Prof. Dr. Ibrahim Al Asymawi mengungkapkan kebahagiaannya dapat bertemu kembali dengan sahabat-sahabatnya di Indonesia. Beliau merasa bangga melihat alumni-alumni Al Azhar yang kini berperan aktif dalam memperkuat pendidikan agama di tanah air. Kebanggaan ini juga meluas ke bangsa Indonesia secara keseluruhan yang menurutnya, terus menjaga tradisi keagamaan dengan semangat yang luar biasa.
Islam Wasathiyah: Kekuatan Al Azhar dan Indonesia
Menurut beliau, Al Azhar dapat bertahan dan berkembang selama lebih dari sepuluh abad berkat manhaj Islam wasathiyah—Islam yang moderat dan seimbang. Beliau mengapresiasi Indonesia yang dianggapnya sebagai negara yang setia pada prinsip ini, memadukan nilai-nilai Islam dalam kehidupan masyarakat yang harmonis. “Indonesia sangat dekat dengan Mesir dalam tradisi keagamaannya, mengadopsi konsep tadayyun moderat, menjauhi sikap radikal maupun liberal,” ujar beliau.
Pesan untuk Para Santri
Dalam pidatonya, beliau menekankan pentingnya rukun ilmu dalam pesantren yaitu
1. syekh (guru)
2. kitab
3. murid
4. manhaj.
Menurutnya seorang ‘alim harus memiliki kitab, orang ‘alim harus meiliki murid, orang ‘alim harus memiliki metode dalam menyalurkan ilmunya. Maka nampak dari banyaknya pesantren di Indonesia para ‘alim ini menjadi pendiri-pendiri pondok yang memiliki banyak murid dan metode dalam mengajarkan ilmunya. Murid-murid inilah yang berperan sebagai wadah penyaluran ilmu yang akan bermanfaat untuk generasi Islam di masa depan.
Tambahnya , ilmu yang sahih harus diajarkan dan dipelajari dari kitab-kitab yang terjamin keasliannya. Beliau juga menuturkan pentingnya bertemu guru secara langsung, sebagaimana tradisi para ulama terdahulu seperti Imam Bukhari, yang menempuh perjalanan panjang untuk berguru dan mencari ilmu.
Penyakit utama penuntut ilmu adalah rasa malas dan sering mengantuk. Penyebabnya sering kali karena tidur terlalu larut sehingga bangun kesiangan. Berbeda dengan ulama terdahulu yang tidur lebih awal dan bangun lebih pagi, kecuali dalam keadaan darurat seperti menuntut ilmu. Tidur lebih awal membantu kita bangun dengan badan segar, pikiran jernih, dan suasana hati yang tenang. Malas juga bisa disebabkan karena pergaulan dengan teman yang malas. Oleh karena itu, bertemanlah dengan orang yang penuh semangat.
Beliau juga mengingatkan tentang terdapatnya kesalahan-kesalahan dalam beberapa kitab yang beredar dan mendorong para santri agar membeli kitab dari sumber terpercaya, seperti langsung dari Mesir. Selain itu, beliau menggarisbawahi bahwa semangat belajar harus didukung dengan kedisiplinan; tidur lebih awal dan bangun lebih awal, seperti kebiasaan para ulama terdahulu.
Nasihat Berharga
PROF. DR. Ibrahim Al Asymawi berbagi pengalaman pribadinya saat menyelesaikan disertasi. Ketika mengantuk saat belajar, beliau menggunakan air dingin di kaki untuk tetap terjaga, menegaskan bahwa berbagai upaya harus dilakukan untuk melawan rasa malas. “Kopi, wudhu, bahkan memukul kepala untuk menghilangkan kantuk—lakukan apa pun yang perlu!” katanya, disambut tawa para hadirin.
Beliau juga menyarankan agar para santri selalu membawa kertas dan pena, meskipun teknologi seperti ponsel pintar dapat digunakan. Namun, beliau mengingatkan bahwa fungsi ponsel sering mengalihkan perhatian, sehingga penting untuk tetap fokus pada belajar.
Penghargaan untuk Pondok Pesantren
Di akhir kunjungan, beliau mengungkapkan rasa kagumnya terhadap pondok-pondok pesantren di Indonesia. Menurutnya, pondok-pondok ini bagaikan cabang Al Azhar karena banyak pendirinya adalah alumni universitas tersebut. Beliau berpesan agar para santri terus belajar dengan sungguh-sungguh, membaca, bertanya, dan menjauhi kemalasan, demi masa depan yang cemerlang.
Mengakhiri pertemuan, beliau mengutip hadits Rasulullah, “Irhamu man fil ardh, yarhamkum man fissama,” yang berarti “Sayangilah makhluk yang ada di bumi, niscaya Yang di langit akan menyayangimu,” sebagai pengingat untuk senantiasa menebarkan kebaikan.